Bisnis keluarga ialah bentuk usaha yang kepemilikannya dikuasai sebagian besar oleh keluarga. Mencakup dua pertiga dari seluruh bisnis di dunia[i], bisnis keluarga merupakan salah satu entitas bisnis yang tak dapat diabaikan. Secara ekonomi, bisnis keluarga diestimasi memberikan kontribusi sebesar 70% hingga 90% terhadap PDB secara global[ii]. Merek-merek ternama dunia seperti Toyota, Lamborghini, H&M, dan Samsung, misalnya, merupakan bisnis-bisnis yang dimiliki oleh keluarga. Walaupun begitu, masih terdapat pandangan umum bahwa bisnis keluarga identik dengan rendahnya profesionalisme dan ketidakmauan untuk berinovasi. Apakah betul begitu?
Pada realitanya, bisnis keluarga merupakan entitas usaha yang sangat bervariasi dan kompleks sehingga tidak bisa disamaratakan antara satu dengan yang lain. Skala usaha dan industri usaha yang berbeda akan berdampak pada dinamika usaha yang berbeda. Ditambah lagi, bisnis-bisnis keluarga memiliki konfigurasi dan komposisi kepemilikan yang berbeda-beda pula. Samsung yang dimiliki oleh keluarga Lee, sebagai contoh, tentu berbeda kontur kompleksitasnya dengan Indofood yang dimiliki oleh keluarga Salim. Pun begitu dengan bisnis-bisnis keluarga lain dengan skala yang lebih kecil—mereka memiliki karakteristik tersendiri yang membuat mereka unik. Sehingga, pandangan umum terkait rendahnya tingkat profesionalisme dan inovasi pada bisnis-bisnis keluarga harus ditelaah secara lebih menyeluruh.
Lebih menarik untuk diamati adalah bagaimana bisnis-bisnis keluarga mampu menyeimbangkan antara perubahan (change) dan stabilitas (stability) dalam mempertahankan keberlanjutan usahanya dalam jangka panjang. Terkait hal ini, beberapa riset terkini menemukan bahwa tidak hanya bisnis-bisnis keluarga mampu menggunakan tradisi sebagai sarana untuk berinovasi[iii], namun ditemukan juga bahwa bisnis-bisnis keluarga cenderung lebih terlibat dalam aktivitas-aktivitas sosial di lingkungan mereka beroperasi[iv], lebih memperhatikan sisi keramahan lingkungan[v], dan lebih mampu bertahan dalam situasi-situasi krisis finansial dan ekonomi global[vi].
Meskipun demikian, dibalik deretan capaian yang ada, bisnis-bisnis keluarga menghadapi sejumlah tantangan mendasar: Bagaimana pengelolaan pada sisi bisnis dapat berjalan secara beriringan dan sinergis dengan perkembangan pada sisi keluarga? Mengingat bahwa bisnis keluarga merupakan gabungan antara sistem bisnis dan sistem keluarga, bagaimana perubahan pada satu sistem akan berdampak pada sistem yang lain? Sejauh apa dan bagaimana keterlibatan keluarga di dalam bisnis—dan sebaliknya, keterlibatan bisnis dalam keluarga—perlu di atur? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini adalah sebagian kecil dari pelbagai tantangan yang muncul pada bisnis keluarga seperti suksesi kepemimpinan, perubahan kepemilikan, pengembangan rencana stratejik, dan lain sebagainya.
Kompleksitas yang ada pada bisnis-bisnis keluarga menggarisbawahi perlunya pendekatan tersendiri untuk mendalami dan memahami tantangan-tantangan yang ada di dalamnya. Terdapat unsur-unsur rasional, psikologis, dan emosional yang saling terkait dan mempengaruhi proses pengambilan keputusan pada bisnis-bisnis keluarga. Dua sistem institusi yang tergabung menjadi satu dalam bisnis keluarga merupakan sebuah keunggulan, namun juga sebuah tantangan tersendiri yang harus dikelola dengan baik dan hati-hati.
[i] Tharawat Magazine. (2014). The Economic Impact of Family Businesses. Tharawat Magazine, 22.
[ii] Family Firm Institute. (2018). Global Data Points. Retrieved September 27, 2018, from https://www.ffi.org/page/globaldatapoints
[iii] De Massis, A., Frattini, F., Kotlar, J., Petruzzelli, A. M., & Wright, M. (2016). Innovation Through Tradition: Lessons From Innovative Family Businesses and Directions for Future Research. Academy of Management Perspectives, 30(1), 93–116. http://doi.org/10.5465/amp.2015.0017
[iv] Niehm, L. S., Swinney, J., & Miller, N. J. (2008). Community social responsibility and its consequences for family business performance. Journal of Small Business Management, 46(3), 331-350.
[v] Berrone, P., Cruz, C., & Gomez-Mejia, L. R. (2010). Socioemotional wealth and corporate responses to institutional pressures: Do family-controlled firms pollute less? Administrative Science Quarterly, 55(1), 82–113.
[vi] Minichilli, A., Brogi, M., & Calabrò, A. (2016). Weathering the storm: Family ownership, governance, and performance through the financial and economic crisis. Corporate Governance: An International Review, 24(6), 552–568.