Career Insight 2018: Being Successful though Millenials Intelligence
Event Monday, 12 November 2018
Career Insight 2018: Being Successful though Millenials Intelligence
People Saturday, 14 July 2018
To be added.
Business Insight Saturday, 14 July 2018
Pada 2017, Vivo meluncurkan ponsel dengan sensor finger print dalam layar. Vivo adalah perusahaan yang pertama kali melakukan peluncuran teknologi ini. Pada smartphone umumnya, sensor fingerprint terletak pada tombol navigator yang berada di bawah layar, namun karena trend teknologi saat ini smartphone mulai menggunakan layar baseless atau layar full screen
tanpa membutuhkan tombol navigator, biasanya letak sensor finger print berada di punggung handphone. Dengan diluncurkannya teknologi terbaru dari vivo ini nantinya juga akan menjadi trend teknologi yang selanjutnya.
Dalam video ditunjukkan pengujian handphone dengan beberapa cara. Marques Brownlee (penguji dalam video) mencoba untuk menumpahkan beberapa snack ke atas 2 handphone yaitu Vivo dan iPhone 6 dan meninggalkan beberapa serpihan pada layar, kemudian saat ia mencoba untuk menggunakan sensor finger print pada layar Vivo ternyata sensor tersebut tidak bekerja karena adanya serpihan tadi yang menghalangi bekerjanya sensor pada layar. Namun saat ia mencoba untuk menggunakan finger print di iPhone 6 sensor tersebut tetap bekerja. Mungkin hal ini disebabkan sensor finger print iPhone 6 berada pada tombol navigator sehingga tingkat kesensitifannya berbeda dengan sesnsor Vivo. Kemudian Marques mencoba untuk melapisi layar Vivo dengan beberapa temper glass yang berbeda dan darai merek yang berbeda-beda pula, dan ternyata sensor finger print tetap bekerja dengan baik walaupun jenis-jenis temperglass dan tingkat ketebalannya berbeda. Hal yang mengejutkan adalah ketika Marques mencoba untuk menggores-gores temper glass dengan pisau untuk membuat tekstur tepat di lokasi di mana sensor tersebut ada, dan setelah ia menggores lalu ia mencoba menguji apakah sensor tetap bekerja dengan baik ketika layar tergores, ternyata sensor finger print tetap berjalan dengan baik meskipun ada tekstur pada layar. Begitu juga saat Marques mencoba untuk mengamplas temper glass tersebut dan memberi tekstur yang berbeda pada layar, ternyata sensor finger print tetap bekerja dengan baik. Hal ini merupakan nilai positif yang diberikan oleh Vivo karena sensor finger print yang ia luncurkan terbukti dapat bekerja dengan baik walau ada sedikit kekurangan.
Potensi perkembangan teknologi ini tentunya akan membuat perusahaan lain pesaing Vivo akan berlomba-lomba untuk turut serta membuat teknologi yang sama dengan kualitas yang lebih baik sehingga akan menimbulkan trend baru dalam dunia smartphone yaitu trend finger print in-glass.
Dengan begitu nantinya akan banyak bermunculan smartphone atau bahkan mungkin tablet atau laptop yang memiliki teknologi yang serupa, dan pastinya konsumen akan cenderung memilih teknologi terbaru seperti ini dibanding dengan teknologi-teknologi sebelumnya.
Business InsightFinance and Financial Market Saturday, 14 July 2018
Pada Jumat, 4 Mei 2018 di Djarum Hall FEB UGM kemarin diadakan kuliah umum bersama seorang Direktur Eksekutif DPB2 di OJK, Bapak Ariastiadi. Beliau memimpin kuliah umum dengan judul Strategi Perbankan di Era Disrupsi: Transformasi atau Revolusi.
Dari pengamatan beliau saat ini sistem perbankan di Indonesia butuh untuk di-upgrade mengingat pesatnya kemajuan teknologi yang tidak dapat dihindari. Selain itu kini masyarakat juga sudahmulai beralih memilih sesuatu yang lebih praktis dalam segala hal, termasuk dalam hal keuangan. Kebanyakan masyarakat memilih untuk menggunakan Fintech untuk melakukan pembayaran karena mereka menganggap fintech lebih praktis dan lebih cepat prosesnya. Jika bank tidak mengubah sistemnya dan masih menggunakan sistem lama yang kini dianggap cukup rumit, maka bank lama-kelamaan akan ditinggalkan oleh penggunanya.
Menurut data dalam OJK, saat ini telah ada 32 perusahaan fintech yang telah terdaftar secara resmi. Jika perbankan tidak segera melakukan perubahan, tidak kecil kemungkinan perbankan akan tergeser oleh fintech. Saat ini pemanfaatan fintech di berbagai negara rata-rata sebesar 33%. China menduduki negara terbesar pengguna fintech dengan tingkat penggunaan 69% yang disusul oleh India sebesar 52%, dan seluruh fintech itu telah dimanfaatkan untuk menjadi substitusi bank. Fintech memang sudah berhasil mengambil alih sebagian besar pasar retail dan konsumsi yang merupakan pasar terbesar dalam proses ekonomi.
Fintech banyak digunakan dalam aplikasi-aplikasi e-commerce seperti tokopedia, blibli.com, Shopee, dan lain sebagainya. Menurut Bapak Aria, jika fintech dan e-commerce digabungkan akan menghasilkan suatu kolaborasi teknologi yang luar biasa yang dapat mengubah pola kegiatan ekonomi yang tradisional menjadi modern. Selain itu fintech ini berpotensi sangat tinggi saat ini untuk mengalahkan perbanakan karena sasarannya adalah generasi milenial yang memang banyak menggunakan internet dan medsos yang bahkan diperkirakan sekitar 3 tahun kedepan sudah tidak membutuhkan bank karena mereka memanfaatkan fintech yang berkembang. Semenjak adanya fintech, margin keuntungan bank semakin menurun dan cost semakin meningkat karena tetap harus membayar fixed cost namun pendapatan yang masuk makin menurun. Pihak OJK telah memproyeksikan pada 2025 ROE perbankan akan berada pada 9,3% dan 5,2% jika nasabah mengadopsi fintech secara keseluruhan. Untuk tetap dapat bertahan, telah disusun beberapa strategi diantaranya:
Business InsightFinance and Financial Market Saturday, 14 July 2018
Mahasiswa identik dengan perjuangan untuk bisa lulus dengan biaya hidup yang pas-pasan. Banyak juga di antara mereka berotak cerdas, tetapi berasal dari daerah dan dengan keadaan ekonomi yang minim. Sehingga tak jarang konsentrasinya pecah menjadi dua antara kuliah dan memenuhi biaya kuliah. Hasil survei dari Higher Education Leadership and Management (HELM) terhadap 2.000 mahasiswa dari 71 perguruan tinggi mendapati sumber pendapatan mayoritas mahasiswa dari orang tua (88,16%) dan beasiswa (4,60 %). Ternyata, kiriman dari orang tua pun belum tentu murni berasal dari orang tua. Berdasarkan hasil survei tersebut, tak jarang orang tua juga meminjam kepada saudara (32%), bank (28%), dan Pegadaian (13%). Kondisi ini tentu berpengaruh pada mahasiswa dalam hal mendapatkan pendidikan yang layak. Berangkat dari persoalan itulah Edward Widjanarko bersama Leslie Lim mendirikan Cicil.co.id, sebuah aplikasi yang memungkinkan para mahasiswa untuk membeli berbagai barang di platform mereka, dan membayarnya dengan metode cicilan tanpa harus mempunyai kartu kredit.
“Kami lihat akses untuk pembiayaan pendidikan di Indonesia masih sangat terbatas. Dari situlah hadirnya aplikasi ini,” ungkap Edward, CEO Cicil.co.id. Menurut Edward, sebelum mendirikan platform ini mereka melakukan riset pasar terlebih dahulu. Lalu menghadirkan aplikasi Cicil.co.id ini pada pertengahan September 2016.
“Sebelumnya kami banyak interview mahasiswa. Nah, dari hasil wawancara itu, ternyata masih banyak kebutuhan yang memang diperlukan oleh mahasiswa untuk mendukung kegiatan belajar mereka salah satunya alat
komputer. Karena kalau pinjam ke Bank, pertama pasti banyak persyaratannya. Paling tidak mereka pasti ditanya soal gaji, mereka pasti belum punya kalau ditanya soal itu. Kehadiran kami disini paling tidak dapat memberikan solusi bagi mahasiswa dalam mendapatkan pembiayaan pendidikan,” jelas Edward.
Menurut Edward, untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan dari Cicil, mahasiswa dapatmengajukan uang muka dan jangka waktu cicilan mulai dari 12 bulan hingga 24 bulan. Bahkan bisa lebih lama lagi untuk dapat menyesuaikan besaran cicilan dengan budget masing-masing.
“Karena kami bekerja dengan teknologi dan data. Biasanya kami juga memiliki data berupa hasil survei tentang produk apa yang dibutuhkan mahasiswa dalam setiap semester, serta menganalisasnya berdasarkan data diri mahasiswa tersebut. Jadi cukup ketat dan data yang kami miliki itu karena sebagai pondasi utama bagi kami untuk memastikan fasilitas yang diajukan oleh mahasiswa nantinya sesuai kebutuhan mereka,” ungkapnya.
Untuk menggunakan Cicil, mahasiswa hanya perlu mengisi formulir yang mereka sediakan di platform mereka. Setelah itu, Cicil akan memeriksa profil pendaftar apakah layak untuk diberi cicilan atau tidak. Jika disetujui, Cicil akan langsung membelikan barang yang diinginkan. Edward mengatakan bahwa yang membedakan Cicil dengan penyedia layanan peminjaman lainnya, selain memberi kredit produktif, sekaligus bisa mencegah pinjaman dari penyalahgunaan.
“Jadi harus ada persetujuan dari pihak kami, karena kami juga tidak mau bantuan yang diberikan ini disalahgunakan oleh calon peminjam dan menyimpang dari kebutuhan kuliah,” ujar Edward.
Sebelum mendirikan Cicil, Edward pernah bekerja di e-commerce perlengkapan bayi Bilna, serta AJ Capital Advisory. Berdasarkan pengalaman itu maka ia memiliki misi bagi Cicil.
“Misi kami untuk memberikan akses pembiayaan, juga meningkatkan financial literacy di kalangan kampus,” ucapnya. Menurut Edward, salah satunya dengan melakukan edukasi mulai dari personal budgeting dan product financial. Mereka juga menggandeng beberapa pengajar dari
universitas ternama untuk mengadakan workshop khusus bagi kalangan mahasiswa. Langkah ini diyakni dapat menanggulangi penyalahgunaan dana tersebut.
“Memang kami ini kan sifatnya sosial dan membantu, tetapi bagi para peminjam juga tidak boleh main-main dengan kepercayaan yang telah kami berikan,” imbuhnya.
Tips dari Edward dalam membangun start-up:
1. Jangan terlalu terorientasi untuk membuat produk yang sempurna sehingga memakan waktu yang lama. Lebih baik cepat launch, dan temukan kekurangan produk melalui feedback konsumen.
2. Banyaklah berbicara, karena dengan semakin banyak berbicara kepada orang-orang, feedback yang diterima akan semakin banyak.
3. Regulasi pemerintah dapat menjadi peluang bisnis, contoh : ketika Ridwan Kamil mengeluarkan peraturan harus ada tempat sampah di mobil, maka Jalan Pasteur (salah satu jalan utama di bandung) dipenuhi dengan penjual tempat sampah untuk di mobil.
4. Perubahan prilaku konsumen sangat cepat. Maka sebaiknya kita mengikuti tren, bukan membuat tren.
5. Ikuti perkembangan teknologi yang terbaru.
Langkah Edward dalam mengembangkan Cicil
1. Menemukan masalah. Edward dan Leslie menemukan bahwa banyak mahasiswa yang terkendala secara finansial untuk memenuhi kebutuhan kuliahnya. Sementara itu, untuk meminjam di bank mahasiswa dihadapkan dengan prosedur yang rumit dan lama serta bunga yang diterapkan juga cukup besar.
2. Mencari Ide. Edward dan Leslie menemukan solusi dari masalah diatas yaitu dengan kekuatan big data dan AI, hal-hal teknis dapat terautomisasi dan memangkas biaya banyak. Sehingga, cicil dapat menawarkan jasa pinjaman dengan mudah,cepat,dan murah.
3. Membuat MVP. Edward dan Leslie membuat minimum viable product dengan menggunakan business canvas dan MAP
4. Mengembangkan Platform.
5. Customer Feedback. Menganalisa apakah MVP sudah sukses atau tidak melalui data yang masuk (Google Analysis). Jika masih belum sukses, mereka mengidentifikasi penyebabnya melalui end user questioner atau ambassador(dengan menanyakan langsung kepada customer)
6.Scale Up. Salah satu cara mereka mengembangkan cicil adalah dengan mencari orang yang tepat di tempat yang tepat. Karena sebelumnya mereka mengerjakan semuanya berdua, maka mereka mencari leader untuk masing-masing bagian/divisi dan memberi mereka kebebasan untuk membentuk timnya. Cara ini akan membuat pekerjaan menjadi lebih efektif dan efisien.
7. Keep on track. Untuk menjaga kinerja mereka berada tetap pada jalurnya dan beroreintasi kepada objective yang telah ditetapkan, cicil menggunakan OKR (Objective Key Result).
2) Expert Panel Discussion : “Building IoT Startups in Indonesia’s Strategic Sectors” Telkomtelstra adalah perusahaan joint venture yang didirikan oleh dua perusahaan telekomunikasi raksasa yakni Telkom dari Indonesia dan Telstra dari Australia. Mereka berdiri sejak tahun 2014 dan fokus pada layanan solusi network application services (NAS). Mereka menargetkan pasar perbankan dan finansial sebagai pasar utama. Dengan kata lain, Telkomtelstra menyasar segmen korporasi atau business-to-business (B2B). Namun kebanyakan korporasi mitra Telkomtelstra adalah business-to-customer (B2C). Sehingga secara tidak langsung mereka menyasar B2B2C. Internet of Things (IoT) ke depan akan menjadi hal besar, terutama di Indonesia yang memiliki wilayah negara yang luas. Sementara di berbagai negara lain, IoT ini sudah tumbuh pesat. Banyak hal yang bisa dibuat dengan IoT ini. Namun, Telkomtelstra saat ini belum langsung turun ke bisnis ini sebab mereka hanya menyediakan layanan pendukungnya
saja.
Bagi Telkomtelstra, ada dua hal yang memperkuat mereka untuk menjadi pendukung IoT. Pertama, dari sisi Telstra. Telstra merupakan operator telekomunikasi besar di Australia yang erpengalaman dengan IoT dan memiliki banyak proyek yang sudah berjalan. Kedua, dari sisi Telkom. Telkom saat ini memiliki jaringan data center melalui anak usahanya, TelkomSigma. TelkomSigma sendiri merupakan penyedia layanan data center terbaik di Tanah Air. IoT sendiri memerlukan akses ke cloud dan aplikasi (software as a service/SaaS), di situlah ranah di mana Telkomtelstra bisa mendukung layanan IoT.